Monday, June 20, 2011

Candi Cetho



A. Selayang Pandang

Candi Cetho merupakan candi peninggalan agama Hindu dari abad ke-14 M, pada masa akhir pemerintahan Kerajaan Majapahit. Candi ini terletak di Kabupaten Karanganyar, Jawa Tengah, tepatnya di lereng Gunung Lawu. Fungsi candi ini tidak berbeda dengan candi Hindu yang lain, yakni sebagai tempat pemujaan para Dewa. Sampai saat ini, Candi Cetho tetap digunakan penduduk sekitar dan warga penganut agama Hindu dari daerah lain untuk beribadah.

Secara keseluruhan bangunan Candi Cetho terbuat dari batu–batuan yang dipahat berbentuk persegi empat dan ditata rapi untuk ubin, pagar, serta relief candi. Berbeda dengan candi-candi di Jawa Tengah lainnya yang biasa menghadap ke arah barat, Candi Cetho menghadap ke arah timur. Hal ini karena Candi Cetho dibangun pada masa Majapahit, sehingga pembangunannya terpengaruh oleh kebiasaan pembangunan candi-candi di Jawa Timur.

Di sebelah atas bangunan Candi Cetho terdapat sebuah bangunan yang pada masa lalu digunakan sebagai tempat membersihkan diri sebelum melaksanakan ritual peribadatan (patirtan). Sedangkan di sebelah barat bangunan candi, dengan menuruni lereng yang cukup terjal, bisa ditemukan sebuah candi lain yang oleh masyarakat sekitar disebut sebagai Candi Kethek. Namun sayang sekali, sampai saat ini penggalian Candi Kethek belum dilakukan.

B. Keistimewaan

Candi Cetho memiliki struktur bangunan yang unik yang terdiri dari sembilan trap (tingkatan) yang berbentuk memanjang ke belakang—mirip dengan tempat pemujaan pada masa purba, yaitu punden berundak. Pada tiap trap, terdapat gapura yang hampir semua bentuknya mirip.

Pada trap pertama, wisatawan dapat menyaksikan halaman depan candi. Memasuki trap kedua, wisatawan akan mendapati petilasan Ki Ageng Krincingwesi yang merupakan leluhur masyarakat Cetho. Pada trap ketiga terdapat susunan relief yang memanjang di atas tanah yang menggambarkan nafsu badaniah manusia (nafsu hewani) berbentuk phallus (alat kelamin laki-laki) dengan panjang lebih dari 2 meter, dengan diapit dua buah lambang kerajaan Majapahit yang menunjukkan masa pembuatan candi tersebut.

Pada trap selanjutnya, wisatawan dapat melihat relief pendek yang merupakan cuplikan kisah Sudhamala (yang juga terdapat di Candi Sukuh), yaitu kisah tentang usaha manusia untuk melepaskan diri dari malapetaka. Pada dua trap di atasnya terdapat pendapa-pendapa yang mengapit jalan masuk candi. Sampai saat ini, pendapa-pendapa tersebut masih sering digunakan sebagai tempat upacara keagamaan. Pada trap ketujuh dapat ditemui dua buah arca, yakni arca Sabdopalon dan Nayagenggong, dua orang abdi kinasih dan penasehat spiritual Sang Prabu Brawijaya, Raja Majapahit.

Pada trap kedelapan terdapat arca phallus (Kuntobimo) dan arca Sang Prabu Brawijaya yang digambarkan sebagai “mahadewa”. Arca phallus melambangkan ucapan syukur atas kesuburan yang melimpah di bumi Cetho, dan sebuah pengharapan kepada Tuhan agar kesuburan yang dilimpahkan itu takkan terputus selamanya. Arca Prabu Brawijaya menunjukkan penauladanan masyarakat terhadap kepemimpinan beliau, sebagai raja yang berbudi luhur yang diyakini pula sebagai utusan Tuhan di muka bumi. Trap terakhir (trap kesembilan) adalah trap utama yang merupakan tempat pemanjatan doa kepada penguasa semesta. Trap terakhir ini berbentuk kubus, berukuran 1,50 meter persegi.

C. Lokasi

Candi Cetho terletak di lereng Gunung Lawu, tepatnya di Desa Kemuning, Kecamatan Ngargoyoso, Kabupaten Karanganyar, Jawa Tengah, Indonesia.

D. Akses

Lokasi Candi Cetho bisa diakses dari Solo sepanjang kurang lebih 45 kilometer. Wisatawan dapat menggunakan kendaraan pribadi untuk dapat menikmati pemandangan alam di tengah perjalanan menuju candi, terutama di daerah Kebun Teh Kemuning. Akan tetapi, jika ingin naik kendaraan umum (bus), pengunjung dapat naik bus dari Solo ke Terminal Karangpandan, perjalanan memakan waktu sekitar 1 jam dengan ongkos Rp 5.000. Dari Karangpandan naik minibus jurusan Kemuning (+ 30 menit) dengan ongkos Rp 3.000. Kemudian dari Terminal Kemuning naik ojek ke Candi Cetho kurang lebih 15 menit dengan biaya sekitar Rp 10.000, tergantung tawar-menawar antara tukang ojek dan penumpang (April 2008).

E. Harga Tiket

Untuk memasuki kompleks candi, pengunjung dewasa harus membeli karcis seharga Rp 2.500. Sementara untuk rombongan anak-anak sekolah biasanya diberikan diskon sebesar 25% (April 2008). Karcis tersebut sudah termasuk biaya untuk memasuki Candi Kethek di sebelah barat Candi Cetho.

F. Akomodasi dan Fasilitas Lainnya

Pemerintah Kabupaten Karanganyar memiliki kebijakan tidak mengijinkan bangunan hotel dan sejenisnya di sekitar lokasi candi untuk menghormati penganut agama Hindu setempat serta menghormati kompleks candi yang sering digunakan untuk peribadatan. Jika ada ritual keagamaan yang dilaksanakan di candi ini, biasanya pengunjung dari berbagai daerah menginap di rumah-rumah warga di sekitar candi. Para pengunjung yang ingin menginap di penginapan yang lebih representatif biasanya mencarinya di Kota Karanganyar.

SELAMAT BERWISATA!!!!!!!!!!

No comments:

Post a Comment